BRI memberikan tanggapan mengenai usulan perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 oleh pemerintah.

Bank Jumbo yang memiliki portofolio restrukturisasi tinggi tengah bersiap risiko kenaikan rasio kredit bermasalah

Apabila restrukturisasi kredit Covid-19 diperpanjang, bank mana yang akan diuntungkan?

Pemerintah meminta perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 hingga 2025 kepada OJK di tengah kenaikan kredit bermasalah industri perbankan.

Bank perekonomian rakyat (BPR) memiliki pekerjaan rumah utama, yaitu perbaikan kualitas kredit di tengah lonjakan NPL serta pemenuhan modal minimum.

Perbankan menyiapkan strategi dalam menghadapi risiko kenaikan kredit macet usai restrukturisasi Covid-19 berakhir dan ketidakpastian global.

Ketua DK OJK Mahendra Siregar melaporkan perkembangan aturan penghapusbukuan dan penghapus tagihan kredit macet kelompok UMKM yang masih digodok pemerintah.

APPI melihat bahwa peningkatan kredit bermasalah (NPF) multifinance atau leasing lantaran faktor ekonomi, seperti harga barang pokok yang mengalami kenaikan.

Bank-bank memiliki strategi untuk menjaga rasio kredit bermasalah Saat sejumlah sektor lapangan usaha mencatatkan NPL tinggi.

Adira Finance dan WOM Finance mencatatkan tingkat kredit bermasalah atau NPF masih terjaga di bawah 5% usai aturan penagihan debt collector diperketat.

NPL gross AMAR sebesar 10,26% per Maret 2024, naik dari sebelumnya 6,48%. Pada periode yang sama NPL net susut menjadi 0,84% dari 1,84%.

Simak strategi perbankan, seperti Bank Sinarmas (BSIM) hingga KB Bank (BBKP), untuk menekan laju kredit bermasalah atau NPL.

Kinerja industri BPR memburuk pada kuartal I/2024 dengan penurunan laba dan kenaikan kredit macet di saat belasan bank bangkrut.

Sejumlah langkah strategis diterapkan BRI Finance untuk menekan angka kredit bermasalah.

Hasil audit BPK menyimpulkan bahwa pemberian kredit BRI kepada PT LCM pada tahun 2016-2019 telah merugikan negara senilai Rp120,1 miliar.