Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyatakan sudah saatnya Indonesia beralih dan tidak lagi mengirim pekerja yang low level dan high risk.
Merujuk pada hasil laporan dari World Bank pada 2017, diperkirakan ada 9 juta PMI di luar negeri, baik yang berangkat secara prosedural maupun non prosedural.
Semua pekerja perkebunan migran FGV dari Indonesia, Bangladesh, Nepal, Filipina, Sri Lanka, India dan Myanmar berada di bawah Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO).
Hak-hak finansial tersebut terdiri antara lain dari gaji yang awalnya tidak dibayarkan, uang diyat, serta asuransi yang berhasil diperjuangkan dan dicairkan.
Sistem perjanjian/kontrak bagi pekerja migran bukan lagi dengan user (pengguna/majikan), melainkan dengan pihak ketiga berbadan hukum yang disebut syarikah atau perusahaan.
Pada 25 Agustus 2020, Kepala BP2MI Benny Rhamdani menerbitkan Peraturan Nomor 09 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
BP2MI disebutkan akan mengadakan jumpa pers pada Jumat (15/1/2021) untuk mengumumkan perpanjangan masa transisi, yang berarti tanggal pemberlakuan kebijakan biaya penempatan…
Sebanyak 10 orang orang pekerja migran Indonesia (PMI) yang pulang dari Malaysia ke Indonesia melalui hutan atau jalur tidak resmi di Entikong diamankan.
Kementerian Ketenagakerjaan merilis Kepdirjen Nomor 3/100/PK.02.02/I/2021 yang berisikan 17 negara tujuan penempatan PMI. Tapi, Jepang dan Taiwan tak ada.
Itu tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal (Kepdirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Nomor 3/100/PK.02.02/I/2021
Mulai 11 Januari 2021, Pemerintah Malaysia akan melaksanakan operasi khusus ke perusahaan yang menggaji pekerja asing untuk memastikan kepatuhan majikan atau pemberi kerja.
Pemerintah juga diharapkan melakukan peningkatan kemampuan bagi PMI yang dipulangkan ke Tanah Air, termasuk terhadap lebih dari 180.000 pekerja yang dipulangkan pada 2020.