Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) masih menghadapi sejumlah tantangan mulai dari regulasi yang kompleks hingga minimnya pendanaan.

Penurunan suku bunga menjadi stimulus industri berupa akses pembiayaan, daya saing tinggi, dan peningkatan likuiditas.

Pemerintah diminta meniru China dan Vietnam dalam meningkatkan daya saing mebel. Kedua negara dianggap cukup berhasil.

Pengusaha mebel khawatir kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 berdampak pada keberlangsungan bisnis

Industri mebel kecipratan berkah dari proyek pembangunan IKN yang memprioritaskan penggunaan produk lokal.

India juga merupakan negara konsumen mebel atau furnitur terbesar ke-4 dan pasar furnitur terbesar ke-14 di dunia.

Pengusaha mebel mulai beralih ke pasar Asia seiring dengan kinerja ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat yang anjlok pada 2023.

Pada 2023, Kemenperin telah menyalurkan hampir Rp10 miliar untuk restrukturisasi mesin yang dimanfaatkan oleh 15 perusahaan dalam negeri.

HIMKI mencatat penurunan kinerja ekspor mebel hingga 28% pada 2023 akibat kondisi geopolitik dan inflasi di negara tujuan.

Ketersediaan bahan baku dan kian berkembangnya perumahan elit dinilai sebagai potensi bagi perkembangan industri mebel di Banten.

Terdapat lebih dari 1.600 perusahaan di industri furnitur atau mebel dan industri kayu olahan.

Pacu Daya Saing Global, Pengusaha Mebel Gandeng Produsen Mesin Asal China

Pelaku industri mebel dan kayu di Tanah Air mengaku berat untuk mengakomodir kenaikan UMP 2024, seiring pelemahan pasar ekspor dan domestik.

Kalangan pengusaha mebel/furnitur Jawa Timur didorong untuk meningkatkan penggunaan mesin berteknologi dalam memproduksi barang.

Para pelaku usaha industri mebel dan furnitur pasrah karena sulit mencari pasar ekspor selain Amerika dan Eropa.

Industri mebel lokal memerlukan dukungan pemerintah untuk bisa menembus potensi pasar ekspor di Timur Tengah.