Ulasan tentang respons positif industri keramik terkait dengan penerapan BMAD, menjadi salah satu pilihan Bisnisindonesia.id, Jumat (18/10/2024).

Peraturan Antidumping berlaku ditetapkan pada 9 Oktober 2024 dan diundangkan pada 14 Oktober 2024.

Asosiasi keramik optimistis pemberlakuan BMAD keramik asal China dapat mendorong investasi dan perluasan kapasitas produksi.

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) optimistis prospek pertumbuhan produksi keramik lokal mulai terbuka lebar.

Pengusaha keramik berharap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait pemberian bea masuk anti dumping (BMAD) keramik homogenous tiles asal China.

Hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang membeberkan bukti praktik dumping keramik asal China sudah dikluarkan sejak 2 Juli 2024 lalu.

Kemenperin mengungkap besaran tarif bea masuk antidumping (BMAD) keramik atas perusahaan China yang akan diberlakukan dalam waktu dekat

Pengusaha Keramik Indonesia menilai  biaya logistik industri keramik lokal ke wilayah Indonesia lebih mahal dibandingkan China ke RI

Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki) merespons soal besaran bea masuk anti dumping (BMAD) produk keramik impor di bawah 100% yaitu sekitar 45%-50%.

Asaki menanggapi isu kekhawatiran terkait dengan harga keramik yang disebut bakal melonjak signifikan imbas pengenaan tarif Bea Masuk Antidumping keramik China

Saham Arwana Citramulia (ARNA) bergerak naik sebulan terakhir. Di sisi lain, kinerja perseroan tertekan dengan raihan laba Rp203,15 miliar pada semester I/2024.

Kemendag merespons soal kekhawatiran adanya permainan produsen lokal menaikkan harga ubin keramik saat BMAD yang tinggi diterapkan.

Produsen keramik lokal sudah siap memproduksi dan menambah kapasitas baru untuk jenis keramik.

Rencana pemberlakuan bea masuk antidumping keramik asal perusahaan China menuai pro kontra karena dipandang mempertaruhkan keberlangsungan industri nasional.

Harga keramik lokal diprediksi naik signifikan apabila bea masuk antidumping (BMAD) diterapkan dengan tarif 100%-200%.

Ekonom Faisal Basri mengkritik hasil penyelidikan praktik dumping keramik asal China yang dirilis Komite Antidumping Indonesia (KADI). Berikut alasannya.