Harga minyak mentah kembali menguat pada sesi penutupan akhir pekan di Amerika Serikat atau Sabtu (22/4/2023).

Harga minyak jatuh hingga lebih dari 2 persen menyusul kemungkinan resesi ekonomi AS dapat mengurangi permintaan bahan bakar.

Harga minyak anjlok di tengah menyusutnya cadangan minyak AS dan rencana OPEC+ memangkas produksi harian.

Harga minyak terkoreksi setelah dolar AS menguat dan kemungkinan Fed menaikkan suku bunga pada Mei.

Harga minyak global menguat karena pendinginan data inflasi AS mengindikasikan The Fed menahan suku bunga acuan.

Harga minyak naik sekitar dua persen pada akhir perdagangan Rabu pagi WIB di tengah harapan bahwa Federal Reserve akan mengurangi pengetatan suku bunganya.

Harga minyak tergelincir karena prospek kenaikan suku bunga The Fed dapat mengurangi permintaan minyak.

Harga minyak berpotensi semakin meningkat di tengah rencana OPEC memangkas produksi.

Harga minyak mentah global berpotensi menanjak hingga US$100 per barel lantaran pemangkasan produksi oleh OPEC+ dan Rusia. 

Minyak West Texas Intermediate (WTI) menyelesaikan kenaikan di atas US$80 karena data tenaga kerja AS yang mengecewakan.

Harga West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Mei melejit US$4,75 atau 6,3 persen, menjadi menetap di US$80,42 per barel.

Kenaikan harga minyak mentah turut berdampak pada melesatnya saham-saham emiten produsen minyak bumi di Indonesia.

Harga WTI untuk pengiriman bulan Mei naik 7,6 persen menjadi US$81,39 per barel pada Senin (3/4/2023) pukul 6:01 pagi waktu Singapura.

Sebagian besar pengamat pasar masih bertaruh pada pemulihan China yang menopang reli harga minyak akhir tahun ini

Harga minyak dunia akhirnya melandai setelah reli 2 hari akibat aksi profit taking. Padahal data menunjukkan penurunan signifikan dalam stok minyak mentah AS