Para petani tembakau dan cengkeh mengharapkan pemerintahan baru bisa menjamin keberlangsungan tanaman komoditas strategis tersebut.

Petani tembakau mengharapkan pemerintah untuk menghentikan pembahasan RPMK sebagai aturan teknis dan meninjau ulang PP No. 28/2024.

Wacana kenaikan cukai rokok hingga penerapan PP Kesehatan dinilai dapat berdampak pada kesejahteraan petani tembakau dan keberlangsungan industri rokok.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Kesehatan disebut dapat membuat industri hasil tembakau (IHT) makin terpuruk.

Usulan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) multiyears naik 5% lebih rendah dari kenaikan cukai rokok multiyears 2023—2024 sebesar rata-rata 10%.

Indeks penjualan eceran pada Juli mencapai 212,4 atau tumuh 4,5% (YoY). Pada Agustus 2024 diperkirakan naik ke 215,9 atau tumbuh (YoY).

Panen petik pertama harga tembakau mencapai Rp20.000 hingga Rp40.000 per kilogram rajangan bahkan untuk petik ke empat mencapai Rp54.000 per kilogram rajangan.

Petani tembakau meminta pemerintah turut mempertimbangkan nasib petani dalam menyusun Permenkes tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.

AMTI menilai pengesahan aturan turunan PP Kesehatan bakal menjerat kinerja industri hilir tembakau.

Forum Backstager Indonesia-Riau mencatat 62 anggota event organizer akan merasakan dampak langsung dari pengesahan Ranperda KTR.

Kementan mengakui tembakau Paliken dan Molegeden merupakan varietas lokal asli dari Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Petani berharap kenaikan target penerimaan cukai pada 2025 tidak disertai dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT).

Asosiasi petani tembakau dan cengkeh makin cemas dengan kebijakan yang menekan industri hasil tembakau (IHT) hingga mengganggu ekosistem hilir maupun hulu.

PP 28/2024 khususnya Pasal 429-463, dianggap tak jauh berbeda dengan isi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Kemenkeu mengakui telah membahas penyesuaian tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 2025 dengan Kemenko Perekonomian.