Indef menilai pemerintah perlu memberi berbagai insentif untuk kelompok masyarakat kelas menengah sebagai kompensasi apabila PPN naik dari 11% menjadi 12%.

Setidaknya terdapat 10 aspek yang berpotensi menambah beban pengeluaran masyarakat pada 2025, dari kenaikan PPN jadi 12%, asuransi TPL wajib, hingga UKT naik.

Dalam kondisi immmiserizing growth, pertumbuhan ekonomi justru dibarengi dengan kenaikan tingkat kemiskinan dan kerentanan masyarakat.

APPBI mengungkapkan dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% terhadap harga produk di pusat perbelanjaan.

Masyarakat ramai-ramai mengajak untuk memboikot kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% tahun depan dengan mengurangi belanja.

Tidak inklusifnya pertumbuhan ekonomi tercermin dari laju kenaikan non labor income lebih tinggi dari labor income, lalu jumlah kelas menengah terus menyusut.

Kelas menengah dan pekerja dengan pendapatan setara UMR akan menjadi kelompok yang paling terdampak oleh kebijakan PPN naik jadi 12%.

Pemerintah kerap menyampaikan bahwa PPN naik jadi 12% akan berlaku karena amanat undang-undang. Namun, kini muncul sinyal keputusan final di tangan Prabowo.

Sejumlah pakar mewanti-wanti pemerintah mengenai ancaman gejolak politik dampak dari penurunan kelas menengah.

Pengamat berpendapat percepatan transfer teknologi dan ilmu dari luar negeri menjadi salah satu kunci agar jumlah kelas menengah Indonesia kembali tumbuh.

Pakar melihat bisnis konstruksi hingga kecantikan masih akan tetap tumbuh pada tahun depan meskipun daya beli terutama dari kelas menengah anjlok.

Survei Indonesia Industry Outlook 2025 menunjukkan bahwa 2 dari 3 kelas menengah dari Gen Z pesimistis bisa membeli rumah untuk tiga tahun ke depan.

Survei Indonesia Industry Outlook 2025 menunjukkan bahwa 49% kelas menengah mengakui alami penurunan daya beli.

Sekelompok kelas menengah mengaku akan menunda pernikahan saat kondisi ekonomi tidak pasti, karena komitmen itu dinilai membutuhkan kestabilan finansial.

Berdasarkan riset Inventure, pengeluaran renovasi rumah dan skincare menjadi yang paling banyak dikurangi, sedangkan anggaran untuk nongkrong tetap terjaga.

Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi kuartal III/2024 masih positif karena ditopang konsumsi rumah tangga dan investasi, terutama dari kelas menengah atas.