Bisnis.com, JAKARTA—Sosok wartawan senior sekaligus penggagas Bisnis Indonesia dan Tempo, Lukman Setiawan, meninggal dunia. Dia telah meninggalkan banyak jejak dalam perkembangan jurnalisme bisnis dan investigatif di Indonesia.
Kabar berpulangnya Lukman terdengar menjelang tengah malam. Tepatnya Senin, (16/12/2024) pukul 23.57 waktu Singapura. Dia meninggal pada usia 90 tahun. Rencananya, jenazah Lukman akan disemayamkan di Grand Heaven Pluit, Jakarta Utara.
Dalam catatan Bisnis, Lukman memiliki reputasi panjang dalam dunia jurnalisme. Dia banyak dikenal ketika berkarier di Harian Kompas. Pada dekade 1970-an, dia hijrah dan menjadi salah satu inisiator lahirnya Majalah Tempo, yang sampai sekarang banyak menyajikan konten investigatif.
Selain Tempo, Lukman juga berperan cukup besar, sebagai salah satu pendiri Bisnis Indonesia. Harian atau koran yang menyajikan khusus konten berita ekonomi. Harian bisnis terbit pertama kali pada tahun 1985. Kemunculan Bisnis Indonesia terjadi ketika ekonomi Indonesia sedang bangkit setelah sempat terseok-seok karena dihantam krisis global akibat melemahnya harga minyak pada awal dekade 1980-an.
Eksistensi Bisnis Indonesia, juga menjadi saksi tentang momentum transformasi ekonomi Indonesia yang semula mengandalkan komoditas, khususnya minyak bumi, beralih ke sektor industri padat karya alias manufaktur.
Lukman dan Bisnis Indonesia
Ada kisah cukup menarik ketika Lukman yang menggaet pengusaha Ciputra [kini almarhum] untuk mendirikan harian Bisnis Indonesia. Cerita bermula ketika Sukamdani Sahid Gitosardjono berbincang dengan Eric Samola yang dikenal dekat dengan Ciputra. Sukamdani punya keinginan untuk mendirikan koran bisnis, sama seperti di negara-negara lain seperti Amerika Serikat atau Singapura.
Baca Juga
Kebetulan, Eric Samola bukanlah orang baru. Dia memiliki reputasi mentereng di industri media saat itu. Eric juga memiliki jaringan dengan jurnalis senior yang berperan ketika mendirikan Majalah Tempo beberapa tahun silam.
Gayung bersambut, kesamaan visi antara Sukamdani, Erick Samola, ditambah dengan sokongan konglomerat Antony Salim, direalisasikan dengan mendirikan koran bisnis di Indonesia. Nama Bisnis Indonesia kemudian dipilih.
Sejak awal pembentukan, sosok Eric Samola berperan cukup penting dalam proses pembentukan redaksi koran bisnis pertama di Indonesia itu. Dia menggaet jurnalis-jurnalis senior dari Tempo seperti Amir Daud, termasuk sosok almarhum Lukman Setiawan.
Lukman Setiawan saat itu adalah penanggung jawab pengembangan majalah Tempo. Dia bersama Amir Daud kemudian menjadi generasi pertama peletak tradisi jurnalisme bisnis di koran Bisnis Indonesia. Koran ini lahir pada 14 Desember 1985.
Menurut Amir Daud, Eric Samola pada 1985, semula menawari dirinya sebagai
redaktur pelaksana (redpel). Sedangkan Lukman Setiawan, sahabat Eric Samola, diplot menjadi pemimpin redaksi.
Namun, karena sensor yang begitu kuat dari Orde Baru dan nama Lukman tidak disetujui oleh Departemen Penerangan yang waktu itu dipimpin Harmoko, Amir Daud yang kemudian diminta menjadi
pemimpin redaksi.
Sementara itu, Lukman Setiawan kemudian ditetapkan sebagai pengelola perusahaan PT JAG. Lukman dan Amir Daud sebelumnya sudah saling kenal karena aktivitas mereka di media cetak.
Di majalah Tempo, Lukman pernah menjabat penanggung jawab pengembangan usaha penerbitan, sementara Amir Daud pernah menjadi redaktur pelaksana di majalah mingguan tersebut.
Jatuh Bangun Kelola Bisnis Indonesia
Mengelola bisnis media ternyata tidak mudah. Penuh tantangan. Tidak hanya urusan keredaksian, tetapi juga terkait produksi hingga distribusi surat kabar. Yang jelas prosesnya tidak semudah membalikan telapak tangan.
Salah satu Komisaris Bisnis Indonesia, Soebronto Laras pernah mengatakan bahwa, masa-masa awal adalah waktu yang tidak mudah bagi Bisnis Indonesia. Penetrasi pasar sangat sulit. Perusahaan juga mengalami kerugian pada waktu itu mencapai Rp2 miliar. Kondisi itu membuat, Bisnis Indonesia mengalami banyak kendala, termasuk dari sisi produksinya.
Sayangnya memasuki tahun ketiga tak ada tanda-tanda perbaikan. Kondisi keuangan Bisnis masih bermasalah. Lukman Setiawan pernah memberikan kesaksian bahwa, PT Temprint yang mencetak Bisnis Indonesia, sampai hendak mengakhiri kerjasamanya karena terlalu banyak tunggakan ongkos cetak koran.
Lukman berupaya keras agar Temprint tetap bersedia mencetak Bisnis Indonesia. Upaya Lukman itu sedikit mulai membuahkan hasil. Apalagi, situasi ekonomi Indonesia berangsur pulih. Di sisi lain, keberadaan Bursa Efek Jakarta mulai menggeliat. Bisnis Indonesia, mulai tumbuh besar dan menjadi salah satu koran yang mengawal bangkitnya pasar modal di Indonesia.
Sejak saat itu, Bisnis Indonesia yang didirikan salah satunya oleh Lukman Setiawan tampil sebagai media dalam bentuk surat kabar yang menjadi referensi di kalangan investor, pebisnis maupun pengambil kebijakan.
Tangan dingin Lukman Setiawan juga menjadi saksi lahirnya harian Solopos. Solopos adalah bayi ajaib karena kelahirannya terjadi ketika kinerja ekonomi Indonesia sedang jatuh akibat krisis ekonomi. Lukman juga berada di balik eksistensi Kerukunan Keluarga Karyawan (KWK) dan Koperasi Karyawan Bisnis Indonesia. Bagi Lukman karyawan adalah aset sehingga kesejahteraannya perlu diperhatikan dengan cukup serius.
Saat ini, Bisnis Indonesia baru saja merayakan ulang tahun ke 39. Waktu yang cukup lama untuk ukuran media. Selama itu pula, Bisnis telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan media yang menyajikan informasi melalui multi-platform, baik platform media konvensional maupun digital.
Adaptasi dan digitalisasi media itu sejalan dengan harapan dan pesan Lukman Setiawan dalam buku 25 tahun Bisnis Indonesia yang disusun beberapa waktu lalu. Dalam buku itu Lukman berpesan: "Bisnis Indonesia mengikuti tuntutan zaman. Penguatan sektor teknologi informasi harus lebih diperkuat. [Akan tetapi] wartawan Bisnis Indonesia mampu menjaga kredibilitas. Tetap berimbang. Harga diri wartawan harus tetap terjaga."