Beda Sikap PDIP dan Golkar soal Keinginan Prabowo Ubah Sistem Pilkada

PDIP dan Golkar memiliki respons berbeda ketika Prabowo ingin mengubah Pilkada jadi tidak langsung.
Presiden RI Prabowo Subianto berpidato di Perayaan HUT ke-60 Golkar pada Kamis malam hari ini (12/12/2024). Youtube Kabar Golkar
Presiden RI Prabowo Subianto berpidato di Perayaan HUT ke-60 Golkar pada Kamis malam hari ini (12/12/2024). Youtube Kabar Golkar

Bisnis.com, JAKARTA -- Keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk merombak mekanisme pemilihan kepala daerah alias Pilkada langsung menjadi tidak langsung menuai polemik.

Golkar secara tersirat mendukung rencana tersebut. Apalagi mereka juga menawarkan formulasi baru dalam proses Pilkada. Sementara itu PDI Perjuangan alias PDIP mengkritisi dan memilih wait and see sembari melihat menunggu para pencetus Pilkada tidak langsung. 

Politikus PDIP Deddy Sitorus mengemukakan bahwa partainya meyakini prinsip soal pemilihan kepala daerah langsung dilakukan oleh rakyat.

"Kalau soal pemilu dipilih DPRD saya kira kami di PDIP tidak akan terburu-buru. Yang pasti kami menganut prinsip kedaulatan rakyat adalah prinsip paling utama dalam pemilu. Vox populi vox dei. Suara rakyat, suara tuhan," ujarnya belum lama ini. 

Deddy lalu menjelaskan persoalan biaya yang terlalu mahal saat Pilkada itu tidak serta merta disebabkan oleh proses pemilihan langsung yang dilakukan rakyat.

Deddy juga berpandangan biaya mahal justru timbul sebagai dampak dari hilangnya moral, etika dan keserakahan dalam serangkaian proses Pilkada.

"Itu yang membuat biaya mahal. Jadi jangan hanya menyalahkan rakyat biaya mahal karena yang menghamburkan uang itu kan memang dari elit politik sendiri," tambahnya.

Meski demikian, Deddy menegaskan bahwa PDIP baru akan menyampaikan pandangan resminya setelah ada usulan revisi Undang-undang Pilkada.

"Sikap resmi partai nanti akan disampaikan setelah usulan revisi UU Pilkada disampaikan. Lalu kita akan melakukan kajian secara lebih mendalam," kata dia.

Golkar Cari Formulasi 

Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa sistem politik yang sedang diformulasi oleh partai yang dipimpinnya itu akan lebih efisien, namun tidak mengurangi hak dan nilai rakyat.

"Sekarang kita lagi mencari formulasi yang tepat tentang sistem demokrasi kita yang pas sesuai dengan kaidah, kelaziman-kelaziman, adat-adat ketimuran dan budaya kita. Dan tanpa mengurangi nilai-nilai dan hak-hak rakyat yang ada," kata Bahlil dilansir dari Antara.

Bahlil menilai bahwa usulan konsep sistem politik yang lebih efisien itu telah disampaikan untuk penyesuaian sistem demokrasi yang sudah ada.

Saat ditanya soal gagasan itu akan dimasukkan dalam Omnibus Law Politik, Bahlil mengatakan bahwa konsep itu masih dirumuskan dan akan dibahas lebih lanjut dengan pemerintah.

Menurut Bahlil, biaya penyelenggaraan demokrasi, salah satunya untuk pilkada sangatlah mahal, baik dari penyelenggara, calon kandidat, hingga partai politik. Apalagi, biaya demokrasi itu dinilai sangat tidak wajar.

"Yang jelas, angkanya menurut saya enggak pas aja," ucap dia.

Padahal, kata dia, tujuan berdemokrasi yang utama adalah sebagai instrumen mewujudkan tujuan negara, seperti menciptakan lapangan pekerjaan, mencerdaskan bangsa, dan menumbuhkan perekonomian.

"Kan kita pikir, kita ingin demokrasi kita adalah demokrasi yang efisien lah, terlalu mahal ini demokrasi. Tetapi hak-hak rakyat jangan kita abaikan. Demokrasi kita melibatkan rakyat tapi jangan sampai mahalnya kayak gini gitu lho," tutur Bahlil.

Pernyataan Prabowo 

Sekadar informasi, Presiden Prabowo Subianto mengusulkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD, alih-alih langsung oleh rakyat. Usulan itu dilandasi oleh kondisi pelaksanaan pilkada langsung yang menelan biaya hingga triliunan rupiah.

“Apalagi ada Mbak Puan, kawan-kawan dari PDIP, kawan-kawan partai-partai lain. Mari kita berpikir, mari kita tanya. Apa sistem ini berapa puluh triliun habis dalam satu dua hari? Dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing,” ujarnya di HUT ke-60 Golkar yang dihelat di SICC, Bogor, pada Kamis (12/12/2024). 

Dia lantas memberi contoh sistem pemilihan kepala daerah di Malaysia dan India. Di dua negara tersebut, wakil rakyat tingkat daerah memilih kepala pemerintahan tingkat provinsi dan kota/kabupaten.

Prabowo menilai bahwa anggaran pemilihan langsung yang dikeluarkan dapat direalokasi ke kebutuhan lain. Misalnya perbaikan infrastruktur pendidikan hingga irigasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Plus logo

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro