Antara Tax Amnesty dan PPN 12%: Si Kaya Diampuni, Kelas Bawah Diincar

Di tengah riuh penolakan PPN naik jadi 12%, muncul rencana penyelenggaraan tax amnesty jilid III untuk 'mengampuni' para pengemplang pajak.
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Dipajaki, Bukan Diampuni

Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Prianto Budi Saptono menjelaskan bahwa wacana tax amnesty jilid III tidak pernah hadir dari ruang hampa. Menurutnya, program pengampunan pajak itu ingin dihidupkan kembali sebagai salah satu cara pemerintahan memajaki aktivitas shadow economy alias ekonomi bayangan.

Prianto mencontohkan sebelumnya pemerintah mengungkap fenomena penghindaran pajak di sektor perkebunan. Tidak hanya itu, sambungnya, belakangan pemerintah juga menyatakan akan berupaya mengejar pajak shadow economy yang terdiri dari aktivitas legal, ilegal, hingga informal.

Dia menilai bahwa ada dua cara penegakan hukum untuk mengejar pengemplang pajak (tax evader) dan pelaku penghindaran pajak (tax avoider) dari shadow economy tersebut. Pertama, penegakan hukum administrasi hingga penegakan hukum pidana pajak. 

Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu mengungkapkan bahwa cara pertama cenderung mendapatkan perlawanan dari terduga tax evader maupun tax avoider seperti lewat proses sengketa pajak hingga ke Pengadilan Pajak hingga Mahkamah Agung.

"Cara pertama di atas tidak gampang dan belum tentu mendapatkan pajak sesuai ekspketasi pemerintah. Alih-alih banyak menang sengketa pajak, pemerintah justru hampir 60% mengalami kekalahan ketika ada sengketa [banding dan gugatan] di pengadilan pajak," ujar Prianto kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

Kedua, melalui tax amnesty. Dia berpendapat, tax amnesty merupakan cara yang lebih sederhana dan cenderung tanpa ada proses perlawanan dari wajib pajak.

Kebijakan tax amnesty cenderung digulirkan ketika pemerintah belum mampu mengatasi tax evasion dan tax avoidance. Oleh sebab itu, Prianto menilai tidak ada yang salah dari penerapan tax amnesty jilid III ketika negara butuh dana instan dari masyarakat.

"Kebijakan tax amnesty di banyak negara pada kenyataannya juga berulang meskipun teorinya menyatakan bahwa seharusnya tax amnesty itu cukup sekali untuk satu generasi Wajib Pajak," tutupnya.

Direktur Eksekutif Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira punya pandangan berbeda.

Menurutnya, pengampunan pajak bukan solusi sehat menambah penerimaan negara. Sebaliknya, Bhima menyarankan pemerintah harus meningkat tarif pajak para orang kaya. 

"Pemerintah sebaiknya mulai membuka pembahasan pajak kekayaan [wealth tax] dengan potensi Rp81,6 triliun per tahun, pajak anomali keuntungan komoditas [windfall profit tax], dan penerapan pajak karbon sebagai alternatif," kata Bhima, Selasa (19/11/2024).

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Plus logo

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro