Antara Tax Amnesty dan PPN 12%: Si Kaya Diampuni, Kelas Bawah Diincar

Di tengah riuh penolakan PPN naik jadi 12%, muncul rencana penyelenggaraan tax amnesty jilid III untuk 'mengampuni' para pengemplang pajak.
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Wacana pemberlakuan kembali program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III menguat. Pada saat yang sama, pemerintah berencana menaikkan PPN dari 11% menjadi 12%.

Sejumlah pihak menilai kedua wacana tersebut semakin mempertegas ketidakadilan program perpajakan pemerintah: di satu sisi, dosa perpajakan para konglomerat diampuni; di sisi lain, beban perpajakan kelas menengah-bawah semakin diperbesar.

Terkait tax amnesty, notabenenya pemerintah sudah pernah dua kali mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak tersebut, yaitu Jilid I (periode 18 Juli 2016—31 Maret 2017) dan Jilid II (1 Januari—30 Juni 2022).

Belakangan, muncul wacana tax amnesty jilid III usai DPR resmi memasukkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak alias tax amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Meski tax amnesty berlaku untuk semua wajib pajak, pada dasarnya program tersebut lebih mengincar para konglomerat yang memiliki tunggakan pajak besar.

Pada saat pemerintahan pertama kali menerapkan tax amnesty pada 2016 misalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Ditjen Pajak lebih fokus mengejar para orang tajir khususnya yang memiliki harta di luar negeri.

Pemerintah bakal berkonsentrasi mengejar WP yang memiliki kekayaan kotor lebih dari Rp10 miliar atau WP yang melaporkan penghasilan di dalam SPT di atas Rp1 miliar per tahun.

Tujuannya, tentu agar pemerintah bisa mendapatkan dana segar jumbo secara instan lewat uang tebusan pengampunan pajak dari konglomerat tersebut. Ke depan, karena data kekayaan mereka sudah diungkap, diharapkan pemerintah lebih mudah menagih pajak para konglomerat itu.

Masalahnya, kini wacana tax amnesty jilid III muncul ketika terjadi penolakan besar-besaran atas wacana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun depan.

PPN 12% otomatis akan membuat harga barang/jasa naik secara langsung dan tidak langsung. Akibatnya, biaya hidup kelas menengah ke bawah semakin berat.

Mengapa Ada Tax Amnesty Jilid III?

Ketua Komisi XI DPR Misbakhun sadar betul akan ada banyak pro-kontra atas wacana program tax amnesty jilid III, terutama pada saat pemerintahan ingin menaikkan tarif PPN menjadi 12%.

Kendati demikian, Misbakhun mengatakan pemerintah dan DPR akan tetap terus berupaya melakukan pembinaan agar wajib pajak tetap patuh. Di saat yang bersamaan, sambungnya, mereka juga ingin memberi peluang kepada orang yang menghindari pajak agar ke depan bisa memperbaiki diri.

"Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni, maka amnesty ini salah satu jalan keluar," jelasnya di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).

Di samping itu, politisi Partai Golkar itu meyakini program tax amnesty perlu diberlakukan kembali untuk mengawal berbagai visi misi pemerintah baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Dia menyatakan bahwa DPR, terkhusus Komisi XI, akan turut membantu mengawal berbagai visi misi pemerintah Presiden Prabowo Subianto. Jika salah satu cara mencapai visi misi dengan tax amnesty maka Komisi XI akan mendukungnya.

Sementara itu, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengaku bingung dengan wacana penerapan Tax Amnesty Jilid III. Menurutnya, tidak ada urgensinya melakukan pembersihan dosa para pelaku penghindaran pajak lagi.

Kebijakan tersebut, sambung Fajry, hanya akan mencederai rasa keadilan bagi wajib pajak yang telah patuh. Sejalan dengan itu, dia khawatir akan banyak wajib pajak yang akan melakukan penghindaran pajak.

"Buat apa untuk patuh, toh ada tax amnesty lagi?" kata Fajry kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

Dia menilai Tax Amnesty Jilid III akan menjadi langkah mundur pemerintah. Apalagi, wacana pengampunan pajak untuk orang tajir itu bergulir ketika pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan.

Oleh sebab itu, Fajry tidak heran apabila nantinya banyak penolakan dari berbagi kalangan masyarakat ihwal wacana tax amnesty jilid III.

"Terlebih, tax amnesty ini untuk siapa? Sebagian besar konglomerat sebenarnya sudah masuk ke Tax Amnesty Jilid I dan sebagian lagi melengkapinya kemarin," jelasnya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Plus logo

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro