Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Prabowo Subianto membuat keputusan strategis hanya beberapa hari setelah pelantikan. Salah satunya adalah keputusan untuk masuk sebagai anggota kerja sama negara-negara yang tergabung dalam BRICS.
BRICS adalah akronim untuk Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Namun demikian, seiring berjalanya waktu, jumlah anggota BRICS terus bertambah dan Indonesia tertarik untuk hal itu.
Prabowo mengungkap alasan Indonesia ingin bergabung dengan BRICS. Dia mengungkapkan bahwa BRICS terdiri atas negara-negara besar. Terlebih lagi, Prabowo juga melihat bahwa banyak beberapa negara tetangga juga sudah menyatakan minat pada blok tersebut.
“Dan BRICS kita lihat ekonomi-ekonomi besar, India, Brazil, Tiongkok, Afrika Selatan sudah di situ dan negara-negara tetangga kita banyak yang sudah ke situ. Thailand, Malaysia nyatakan minat, Emirat Arab, Mesir,” terang Prabowo dalam sebuah wawancara, dikutip pada Senin (28/10/2024).
Prabowo menilai, Indonesia perlu memiliki kehadiran dalam kelompok tersebut, sehingga dia memutuskan Indonesia bergabung dengan BRICS.
“Jadi kita ambil keputusan atau kita melihat bahwa saya kira Indonesia perlu juga punya kehadiran di tempat itu. Supaya kita baik di semua tempat lah,” terangnya.
Baca Juga
Dia juga mengatakan bahwa alasan Indonesia bergabung BRICS karena ingin berada dalam berbagai blok.
“Indonesia ini kan tidak boleh ikut blok-blokan, tapi kita mau berada di mana-mana,” ungkap Prabowo.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Sugiono memaparkan bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif. Namun, dia juga menegaskan hal ini bukan berarti Indonesia akan memihak satu kubu tertentu.
"Bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum," kata Sugiono dalam keterangan resminya, Jumat (25/10/2024).
Modal Tumbuh 8%?
Sementara itu, ekonom menilai bergabungnya Indonesia dengan BRICS bukan hanya memperkuat bahwa Indonesia negara nonblok, tetapi juga memperluas dan membuka pintu investasi dari negara lain yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Ekonom dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Fithra Faisal Hastiadi melihat langkah pemerintah bergabung dengan berbagai organisasi internasional menjadi salah satu langkah untuk memenuhi kebutuhan investasi.
Menurut perhitungannya, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%, Indonesia butuh investasi sekitar Rp10.000 triliun di sektor infrastruktur. Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya dapat memenuhi sekitar Rp500 triliun.
"Dalam lima tahun ke depan itu setidaknya butuh Rp10.000 triliun, Rp500 triliun APBN, Rp9.500 triliun nonAPBN yang berasal dari negara lain termasuk negara-negara yang tergabung dalam BRICS," ujarnya, dikutip pada Senin (28/10/2024).
Alhasil, bergabungnya Indonesia ke organisasi yang sepakat untuk ‘membuang dolar’ tersebut memperbesar ruang pembiayaan pembangunan Indonesia ke depan.
Terlebih, Fithra berpandangan mengenai potensi pembangunan atau kebutuhan pembiayaan ekonomi ke depan, akan lebih banyak dibiayai oleh non-APBN dan lebih banyak lagi luar Indonesia.
"Karena seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak. Itu dilakukan oleh pemerintahan Prabowo dengan bergabung ke BRICS dan juga ke OECD," tuturnya.
Hal ini pun sejalan dengan rencana Prabowo untuk terus menarik investasi ke dalam negeri, utamanya untuk program industrialisasi dan hilirisasi.
Hasil dari pertemuan KTT BRICS di Kazan pekan lalu, Indonesia melayangkan pendaftaran menjadi anggota aliansi yang beranggotakan 5 negara besar, yakni Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (lalu kini bertambah anggota-anggota lainnya).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Presiden Prabowo Subianto Prabowo Subianto BRICS KTT BRICS china Rusia