Bisnis.com, JAKARTA — Peretas bernama Dark Pink diidentifikasi melakukan sejumlah aksi peretasan atau hacking di sejumlah pemerintah berprofil tinggi di Asia Tenggara dan Eropa, termasuk Indonesia.
Mengutip Bloomberg, Kamis (12/1/2023), telah terjadi sejumlah aksi peretasan yang diduga menyerang sejumlah situs pemerintah di Asia yang memiliki profil tinggi, termasuk di kawasan Asia Tenggara dan Eropa, termasuk lembaga pemerintah dan militer.
Menurut perusahaan keamanan siber Group-IB yang berbasis di Singapura, kelompok peretas yang diidentifikasi, dijuluki Dark Pink, menggunakan email phishing dan malware canggih untuk menyusupi pertahanan cabang militer di Filipina dan Malaysia, serta organisasi pemerintah di Kamboja, Indonesia, dan Bosnia-Herzegovina, dari September hingga Desember tahun lalu.
Dark Pink juga menyasar organisasi nirlaba, organisasi keagamaan, dan badan pembangunan negara Eropa yang berbasis di Vietnam, kata Group-IBdalam sebuah laporan yang diterbitkan Rabu (11/1/2023).
“Aktivitas Dark Pink signifikan, karena jelas bahwa mereka berusaha mencuri dokumentasi dari jaringan yang disusupi untuk menemukan informasi sensitif,” kata Analis Malware Group-IB, Andrey Polovinkin.
Serangan dunia maya yang kemungkinan berasal dari kawasan Asia-Pasifik ditujukan untuk spionase perusahaan, termasuk dengan mencuri dokumen dan merekam audio dari perangkat yang ditargetkan, menurut Group-IB.
“Dengan mempertimbangkan modus operandi grup, daftar targetnya yang mencakup sebagian besar badan pemerintah dan militer, serta perangkat canggih mereka, Dark Pink kemungkinan besar merupakan kampanye spionase negara-bangsa yang sebelumnya tidak terdokumentasikan,” terangnya.
Peretas mengirim email target mereka yang berisi tautan situs web yang dapat digunakan untuk mengunduh file jahat, yang kemudian akan mencuri informasi pribadi dari perangkat yang terinfeksi termasuk kata sandi, riwayat browser, dan data dari aplikasi sosial seperti Viber dan Telegram.
Peneliti China dari perusahaan DAS-Security yang berbasis di Zhejiang juga menerbitkan laporan di WeChat Jumat lalu tentang para peretas, yang diberi nama Saaiwc Group.
Dikatakan kelompok itu telah menargetkan inisiatif kepemimpinan Vietnam yang dijalankan oleh Departemen Luar Negeri AS, militer Filipina, dan kementerian ekonomi dan keuangan Kamboja masing-masing pada bulan Mei, Oktober, dan November.
Organisasi pemerintah dan militer sering menjadi target utama peretas, mengingat data rahasia dan sensitif di jaringan mereka, dan email terus menjadi salah satu metode pembobolan yang umum. Asia menjadi kawasan yang paling rentan menjadi sasaran serangan siber, menurut indeks intelijen ancaman IBM Security tahun lalu.