Pekanbaru merayakan ulang tahun yang ke-231 pada 23 Juni 1025 lalu. Tahukah Anda, jika sejarah pembangunan di Pekanbaru tak lepas dari peran perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di sekitarnya? Dalam rangka ulang tahun Ibu Kota Provinsi Riau itu, Bisnis menurunkan seri tulisan mengenai sejarah kota dan perkembangannya, berikut seri I dari 4 tulisan:
Pekanbaru mempunyai sejarah yang mesra dengan pelaku ekonomi. Letaknya yang strategis telah mengundang para pedagang menggali peruntungan di negeri yang dulunya bernama Senapelan ini.Tak salah, kalau sejarah mencatat bahwa negeri ini dibangun pengusaha pasar hingga investor besar.
Sebagai pusat perdagangan, Pekanbaru telah menjadi hub alias penghubung terpenting antara daratan Sumatera dengan Selat Melaka. Dari tepian Sungai Siak inilah, sejak dulu, negeri-negeri di daratan Riau membuka cakrawala ke mata dunia. Hasil bumi daratan Sumatera, mulai Minangkabau, Kampar, Rokan, Kuantan, dan kawasan lainnya dikumpulkan di Pekanbaru untuk kemudian diekspor melalui Selat Melaka.
Sejatinya, pada masa silam kota ini hanya berupa dusun kecil yang dikenal dengan sebutan Dusun Senapelan. Dusun ini terletak di kuala Sungai Pelan, terletak di sekitar Jembatan Siak 1 saat ini. Awalnya kawasan ini hanya dihuni dua atau tiga buah rumah saja. Koloni kecil seperti ini merupakan ciri penduduk tepian sungai dan menyebar rata mulai dari Kuala Tapung sampai ke Kuala Sungai Siak di Sungai Apit.
Dusun Senapelan dipimpin seorang Batin alias Kepala Dusun. Sebutan Batin sering dipakai dalam strata kepemimpinan di Kerajaan Siak.Memang, perkembangan Dusun Senapelan ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Milestone terpenting ditandai saat Raja Siak Sri Indrapura yang keempat, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, bergelar Tengku Alam (1766-1780 M) menetap di Senapelan. Beliau kemudian membangun istananya di Kampung Bukit berdekatan dengan Dusun Senapelan, yaitu di sekitar Mesjid Raya Pekanbaru sekarang. Tidak berapa lama menetap di sana, Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah kemudian membangun sebuah pekan (pasar). Dia juga membangun jalan penghubung Senapelan dengan Teratak Buluh. Namun belum sempat usaha ini berkembang, Sultan Abdul Djalil Alamuddin Syah wafat pada tahun 1765 dengan gelar Marhum Bukit. Usaha yang telah dirintisnya tersebut kemudian dilanjutkan oleh putranya Raja Muda Muhammad Ali dan dibantu kemenakannya Said Ali di tempat baru yaitu di sekitar pelabuhan sekarang.
Pusat perniagaan baru itu kemudian diberi nama Pekan Baharoe. Dari hari ke hari komplek ini terus berkembang.Perdagangan semakin ramai. Dan, pada Selasa 21 Rajab 1204 H atau 23 Juni 1784 M, berdasarkan musyawarah datuk-datuk empat suku (Pesisir, Lima Puluh, Tanah Datar dan Kampar), negeri Senapelan resmi diganti namanya menjadi Pekan Baharoe. Sejak saat itu, setiap tanggal 23 Juni ditetapkan sebagai hari jadi Kota Pekanbaru yang pada tahun 2015 ini menggenapkan usianya yang ke-231 tahun.
Mulai saat itu pula, sebutan Senapelan sudah ditinggalkan dan mulai populer dengan sebutan Pekan Baharoe.Sejalan dengan perkembangannya, kini Pekan Baharoe lebih populer disebut dengan sebutan Kota Pekanbaru, dan oleh pemerintah tanggal musyawarah para datuk itu ditetapkan sebagai hari jadi Pekanbaru.
Kalau dirunut jauh ke belakang, sekali lagi, kota ini memang memiliki keterkaitan sejarah yang kuat dengan nilai investasi. Buktinya, founding father kota ini membangun pekan alias pasar. Lalu pasar dikembangkan pedagang menjadi bandar alias kota dan pelabuhan.
Seterusnya, nilai investasi yang luar biasa terus mengalir ke kawasan ini. Dari satu pasar yang kecil, kini Pekanbaru telah menjelma menjadi raksasa ekonomi yang menarik minat investor menanamkan modal di sini. Tidak hanya aktivitas jual-beli, tapi juga bisnis jasa juga berkembang pesat. Transportasi, hotel, ruang pertemuan, rumah makan, dan lainnya menjadikan kota ini sebagai kota metropolitan. Bahkan, beberapa tahun terakhir, Pekanbaru selalu diberi penghargaan sebagai kota dengan tujuan investasi terbaik di Indonesia.
Kota ini, seperti kembali ditegaskan Wali Kota Pekanbaru H Firdaus ST MT, digerakkan oleh roda ekonomi secara mulus, bahkan sangat cepat, oleh investor. Dari dulu, para investor terus berbondong menanamkan investasinya di Pekanbaru. Bukan hanya investor lokal, bahkan banyak yang dari dunia luar.Bahkan, nilai investasi dari modal asing dan modal dalam negeri sangat jauh di atas dana pemerintah yang dibelanjakan.
Sesuai dengan target terbaru Pekanbaru sebagai kota MICE (meeting, incentive, convenion, and expo), maka kota ini semakin menarik bagi banyak orang. Bahkan, di tahun 2015 ini, nilai investasi baru dari dalam dan luar negeri diperkirakan akan menembus angka Rp20 triliun. Padahal dana APBD Kota Pekanbaru saat ini hanya berada di kisaran 1/8 dari dana investor saja.
’’Sejak mulai dibangun dua abad lalu,Pekanbaru sudah menjadi magnet ekonomi yang kuat, sudah menjadi sunting manis yang diperebutkan investor. Saya melihat bahwa kota ini memang terlahir untuk investasi,’’ kata Firdaus.
Kehadiran investor tidak saja menjadikan kota ini menjadi metropolitan, tapi juga memberi multiplier effect yang luar biasa bagi masyarakatnya. Tenaga kerja banyak terserap, perdagangan jadi bergairah, perusahaan jasa jadi berkembang.Ini karena setiap pedagang akan memerlukan pedagang lain. Setiap barang berkaitan dengan barang lainnya. Semua orang dan barang juga butuh jasa. Karena berkait-kelindan ini pula, perkembangan Pekanbaru mengalami percepatan yang luar biasa.
Pada resonansi kelindan seperti inilah PT Chevron Pacific Indonesia (Chevron) mengambil peran penting. Berdasarkan kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) PT Chevron Pacific Indonesia merupakan salah satu kontraktor kontrak kerja sama (Kontraktor KKS) di bawah pengawasan dan pengendalian SKK Migas.
Perusahaan eksplorasi dan produksi minyak terbesar di Indonesia ini, telah menunjukkan bahwa mereka adalah salah satu perusahaan utama dan pertama yang memberi warna perkembangan Pekanbaru menjadi kota metropolitan. Mereka memulainya jauh ketika kota ini belum kedatangan perusahaan besar transnasional. Kontribusinya sudah mengalir jauh sebelum yang lain bercerita soal bantuan dan pemberdayaan.(***)