Kerusakan lingkungan di Indonesia terus meningkat setiap tahun, bahkan saat ini mencapai 40%-50% dari luas wilayah Indonesia yang sekitar 190 juta hektar.
Data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) itu mengungkapkan kerusak-an lingkungan mulai terlihat saat pemberlakukan otonomi daerah, kare-na kewenangan penanganan lingkungan ada di pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Ancaman kerusakan itu terutama dapat dilihat pada perizinan yang diterbitkan pemerintah setempat yang banyak kurang bersahabat dengan lingkungan sekitar proyek.
Selain itu, kondisi diperparah dengan tidak adanya pengendalian lingkungan yang baik, se-hingga kesulitan dalam melakukan pengawasan terhadap kerusak-an lingkungan.
Akibatnya, tingkat indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) di Indonesia masih rendah, bahkan sebagian besar wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia tidak memenuhi standar lingkungan hidup.
Apabila mengacu pada IKLH maka standar mutu harus mencapai 80%-90%, tapi pada kenyataannya dalam periode itu masih banyak daerah yang mencapai hanya 50%.
Kondisi itu semakin parah jika dilihat dari laju ke-rusakan hutan di Indonesia yang menurut penilaian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencapai 4 juta hektar per tahun.
Sektor pertambangan dan perkebunan memberikan kontribusi terbesar atas kerusakan hutan di Tanah Air, bahkan Walhi menyatakan masih tingginya tingkat kerusakan itu sebagai dampak dari kemudahan dalam pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk kepentingan bisnis.
Berdasarkan catatan Walhi, awal 2012 Kementerian Kehutanan menerbitkan izin prinsip dan pinjam pakai kawasan hutan untuk 1.156 lokasi pertambangan, padahal lokasi itu berstatus tumpang tindih dan ber-singgungan dengan kawasan hutan primer seluas 2,3 juta hektar.
Sangat disayangkan jika proyek-proyek rehabilitasi hutan yang selama ini dide-ngungkan pemerintah jauh dari harapan, karena fungsi ekologi dalam hutan tidak mendapat perhatian.
Tidak hanya kasus kerusakan hutan yang me-rugikan lingkungan, melainkan pencemaran juga, apalagi jumlah kasus tersebut terus mening-kat, seperti pada 2010 hanya ada 75 kasus pencemaran lingkungan, sedangkan pada 2011 menjadi 141 kasus.
Berbagai kondisi lingkungan yang tidak bersahabat bagi manusia itu harus secepatnya dibe-nahi, bahkan harus ada upaya antisipasi agar bencana tersebut tidak meluas, karena dampaknya dapat sampai ke anak cucu.
Disinilah peran pemerintah, perusahaan swasta dan masyarakat dibutuhkan agar program Menuju Indonesia Hijau (MIH) yang dicanangkan sejak 2006 dapat terwujud dan kondisi lahan kritis di Tanah Air semakin ber-kurang, serta deforestasi melambat.
MIH diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan membuka peluang bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam pelestarian sumber daya alam, serta pengendalian kerusakan lingkungan.
Apabila dilihat peran dari pemerintah, program MIH menjadi satu upaya dalam memberi perhatian bagi perbaikan daerah-daerah yang kerusakan lingkungannya kritis.
Bahkan, peran pemerintah di daerah dan masyarakat, termasuk perusahaan-perusahaan yang menggunakan sumber daya alam dan sumber daya manusia se-tempat menjadi sangat besar untuk merea-lisasikan Indonesia Hijau kembali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News